Sudah hampir 4 bulan ini pandemi covid-19 masih ada. Jumlah kasus masih meningkat dan puncaknya saja juga belum diprediksi. Covid-19 merupakan pandemi pertama yang dihadapi dalam hidup saya dan mungkin oleh banyak orang lainnya setelah flu singapore dan ebola yang saat itu saya masih belum lahir. Karena masih pertama dan belum ada pengalaman, maka yang pasti kalau tidak penting juga sakit harus dirumah. Saya tinggal di Surabaya dimana di bulan ke 4 ini kasusnya banyak walau progress sembuhnya juga banyak. yang pasti, teman saya yang tenaga medis di rs bilang kl rs penuh sehingga beberapa pasien harus masuk waiting list.
Himbauan Pemerintah tentang Pencegahan Pandemi Covid-19 :
1. Pakai masker. WHO menghimbau masker 3 lapis, tapi pemerintah hanya bilang masker saja sehingga banyak yg memakai masker hanya 2 lapis. Sehingga kurang maksimal.
2. Jaga jarak. Himbauan pemerintah jaga jaran 1 meter. Dari Who 2 meter. Terkadang tidak semua jg paham dan punya sense 1 atau 2 meter ini.
3. Cuci tangan pakai sabun / Handsanitiser. Di awal2 pada heboh borong hand sanitiser, ternyata sabun saja apapun bisa membunuh virus ini tapi harus dicuci 20 detik dan semuanya rata.
4. Tidak boleh berkerumun dan mengadakan aktifitas yg mengumpulkan banyak orang.
5. Cara batuk yang benar. Harus ditutup di lengan atau tangan dan cuci tangan setelahnya. Terkadang saya pernah menemui orang kalau batuk maskernya dibuka dan setelah batuk ditutup kembali.
Kondisi sosial masyarakat :
Masyarakat surabaya pada khususnya di bulan ini mulai jenuh dirumah saja. Pemerintah pun dari bu risma walikota membuka PSBB dengan alasan ekonomi walau kondisi di RS masih full dan kasus baru juga masih bertambah. Masyarakat DIHIMBAU beraktifitas dengan menerapkan protokol kesehatan tetapi tidak ada yang namanya NEW Normal, adanya ya hanya NORMAL saja. Hanya sedikit orang yang benar benar menetapkan New Normal atau Adaptasi Kebiasaan Baru dengan baik. Hanya ada himbauan tanpa sangsi tegas sehingga dengan kondisi sosial masyarakat yang kurang disiplin, saat2 tertentu saja mereka melakukannya. Padahal di portal media baik sosial media atau radio di Surabaya selalu menghinbau.
- Pakai Masker. Tidak semua orang khususnya di Surabaya yang paham kalau masker bisa melindungi dan jenis masker apa saja yang bisa melindungi. Terakdang masker hanya dipakai di leher dan renggang memakainya karena berbagai alasan. Selain itu juga dianggap aneh krn memakai masker di lingkungan sekitarnya. DIanggap sakit dan pembawa virus sehingga pemakaian masker tidak maksimal.
- Jaga jarak. Kebanyakan secara sosial, masyarakat memang suka berinteraksi dengan sesamanya. suka bercerita dan nongkrong di cafe atau warkop. Jaga jarak ini hanya subyektif saja 1 - 2 meter terkadang juga secara objektif 1 meter tidak diukur pasti jadi hanya perkiraan saja. Sehingga saat PSBB dibuka, beberapa orang masih duduk bersama tanpa jaga jarak.
- Cuci tangan. Ini juga di beberapa tempat diletakkan tempat cuci tangan, tetapi tidak ada sabunnya dan hanya air saja. Beberapa orang juga belum terbisas melakukan kebiasaan ini. belum lagi sabun yang mana dulu itu ada yg bertanya krn sabun cair juga mahal. Padahal dengan sabun colek, sabun apapun bisa sabun batang pun juga.
- Berkerumun. Untuk jaga jarak secara perkiraan saja masih susah apalagi berkerumun. Kerja bakti, rapat, pertemuan bersama juga masih banyak dilakukan.
- Etika Batuk. Beberapa masyarakat sudah sadar kalau batuk harus didalam masker, dilengan atau ditutup pakai tangan setelah itu cuci tangan. Tetapi beberapa juga masih abai dan masih batuk seperti biasa.
Masyarakat patuh protokol saat ditempat2 tertentu. Seperti Mall yg mengharuskan pakai masker, security sering berjalan untuk mengecek. Di jalanan umum yang saat naik kendaraan harus pakai masker. Di kantor juga mereka terpaksa harus ikut aturan pakai masker dan protokol kesehatan.
Ditambah lagi dengan adanya teori2 konspirasi dimana sehingga melemahkan penerapan protokol kesehatan. Juga secara sosial, masyarakat surabaya memang senang berkumpul dan berinteraksi dengan sesama sehingga agak susah untuk menerapkan protokol kesehatan yang benar. Ditambah pemerintah yang seakan2 bilang bahwa kesembuhan tinggi sehingga banyak yang mengabaikan.
Selain itu juga STIGMA masyarakat soal orang yang terjangkit covid ini seakan2 aib dan seakan2 pembawa virus yang membuat beberapa orang enggan untuk berobat walaupun secara tracing tracking pernah dekat dan berinteraksi dengan yang terkonfirmasi positif.
Pandemi ini juga membawa agama. Ada himbauan tidak kemasjid, itu jg dilanggar. Ahirnya masyarakat dipersilahkan untuk beraktifitas normal.
Masyarakat yang PATUH protokol. Hanya dirumah saja kalau tidak penting tidak keluar, pakai masker yang sesuai dan jaga jarak juga bawa hand sanitiser kemana2 malah dianggap aneh. Dianggap sakit dan lebay.
Kondisi Medis :
Dari web covid-19 Indonesia, web kemenkes, portal sosial media pemerintah juga informasi dari beberapa teman yang langsung menangani kasus juga bekerja di RS.
1. Tidak semua orang yang meninggal selalu ada penyakit bawaan. Beberapa tidak ada penyakit bawaan.
2. Ventilator penuh. Ada teman yang meninggal krn tidak kebagian ventilator.
3. Tenaga medis ( dokter dan perawat ) banyak yang terpapar dan ada beberapa yang meninggal dunia. Petugas lab dan radiologi juga ada yang terpapar dan ada yang meningga.
4. RS kekurangan APD sehingga APD dipakai sampai shift selesai terkadang sampai 8 jam .
5. Hasil swab lama karena antri di lap sedangkan alat dan petugas lab terbatas.
6. Mayoritas pasien terkonfimasi positif bisa sembuh dan OTG. Tetapi ada yang berat dan memerlukan perawatan sedangkan RS terbatas.
7. Beberapa masyarakat ada yang dirujuk ke RS luar kota seperti madiun karena keterbatasan ruang di rumah sakit.
Kondisi kondisi ini yang pemerintah harusnya turun tangan. Masyarakat juga jangan hanya minta haknya dirawat tetapi kewajiban protokol kesehatan dan menjaga masing2 juga diabaikan. Tenaga medis juga terkadang mendapatkan stigma yang buruk di masyarakat ditambah fitnah insentif, bonus dan lainnya yang dijanjikan dan sampai hari ini belum menerima. Masyarakat yang tidak mendukung malah menganggap semua itu wajar juga semakin memberatkan tugas tenaga medis. Tenaga medis berjuang dan dengan gigihnya merawat pasien dengan kondisi terbatas.
Dari kondisi sosial masyarakat dan medis diatas selama 4 bulan ini, rasanya kalau tetap menerapkan protokol kesehatan akan dianggap aneh. Dianggap lebay dan tidak sesuai dengan kenyataan. Krn yang digadang2kan adalah tingkat kesembuhan yang tinggi, kalau sakit ke rs saja pasti dirawat. Padahal tidak ada yang bisa memastikan apakah kalau kita terpapar akan OTG dan gejala rendah sedang atau malah gejalanya berat. Yang tidak ikut acara sosial masyarakat juga dianggap tidak bisa bekerjasama.
Di bulan ke 4 ini rasanya yang benar2 menerapkan protokol seperti berjuang sendiri. Rasanya seperti dihianati, disakiti dan ingin rasanya sudah nggak usah protokol. Mungkin bagi yang tingkat kepasarahannya tinggi, akan lepas protokol itu dan bersiap kalau memang sudah waktunya ya sudah. Tapi bagi yang lain ya serasa orang aneh yang beda sendiri. Disini kegalauan terjadi, pemerintah kurang tegas, masyarakat kurang disiplin, ahirnya pilihan itu tergantung dari masing masing individu. Terkadang dalam hati berkata, IKHTIYARlah maksimal, walau aneh tapi tetap akan dihitung pahala. Tetapi, terkadang godaan diluar soal perkataan orang itu masih berat rasanya walau saya tahu kalau kita sakit dan susah mencari RS, orang lain tidak akan peduli. Hanya bisa memberikan ucapan. Ingin rasanya dilingkungan yang semuanya menerapkan protokol kesehatan dengan sempurna, tetapi keinginan memang tidak seindah kenyataan. Sekuat apa kita bertahan kalau badai terus menerpa juga akan jatuh juga. Ini saya ya sebagai pribadi yang merasa seperti ini, apa ada yang seperti ini atau malah saya dianggap aneh ini. Entahlah, yang pasti Allah punya perhitungan sendiri ditengah kegalauan saya ini. Pingin pindah tapi kemana dan bagaimana dengan pekerjaan. Tetap disini tetapi ya kondisi begini. Tidak setiap hari memang mengalami dilema begini, tetapi ada kalanya kita lelah karena semua ini dan harus tetap bertahan tetapi mencari semangat untuk bangkit lagi.
Di 4 bulan ini saya banyak melakukan sesuatu yang dirumah saja
1. Membaca buku. Banyak tumpukan buku yang ahirnya terbaca dan ternyata banyak manfaatnya bagi jiwa perkembangan psikologis saya.
2. Mengikuti seminar online. Seminar parenting dan pendidikan paling banyak diikuti karena memang awal pembelajaran online yang semua harus belajar termasuk orang tuanya.
3. Menghias rumah dan berkebun. Karena dirumah, ahirnya banyak melakukan sesuatu untuk rumah. Setiap kamar dihias, setiap ruang kosong dihias juga.
Refleksi saya selama membaca dan mengetahui perkembangan soal corona ini adalah pentingnya riset dan literasi. Kemampuan membaca masyarakat dan saya juga yang rendah. Terkadang hanya membaca judul, mencari sumber dari omongan orang yang ternyata untuk membuat sebuah kesimpulan ilmiah itu tidak cukup. Harus ada data valid penelitian juga diambil dari sumber terpercaya dan yang penting sudah diujikan para ahli. Kalau hanya pendapat semata, itu hanya subyektif dan memilik batasan. Itulah gunanya para ahli dan itulah saya berfikir kalau kita sebagai umat manusia itu menjadi khalifah dimuka bumi. Karena kita memiliki ilmu yang bisa digunakan untuk membantu sesama. Dengan adanya pandemi ini, semua ranah ilmu harus bekerjasama. Mulai dari ekonomi, pendidikan, riset, kesehatan, sosiologi dan lainnya. Disinilah saya merasa apa yg dikatakkan ustadz hari santosa ini ada benarnya. Kita manusia makhluk komunal yang memiliki misi hidup rahmatan lil alamin yang berguna bagi sesamanya dengan ilmu masing masing yang kita miliki.
Saya merasa ilmu yang saya miliki, terkadang malah tidak yakin apa saya bisa dengan ilmu itu atau ilmu itu apa bakat saya ya padahal sudah hampir 40tahun umur saya masih bertanya soal itu. Dan apa benar kl dimanfaatkan, akan ada orang yang membutuhkan. Saat pandemi begini malah keluar refeleksi seperti itu. Tidak hanya anak yang sholeh dan amal jariyah, tetapi ilmu yang bermanfaat ini yang belum dimaksimalkan penggunaannya sebagai tabungan di akhirat.
Kepasarahan, mulai belajar pasrah dan tidak terlalu terikat dengan dunia. Walau ini juga susah dan masih belajar kayaknya mulai dari level 0 ini. Sejak almarhum papa saya meninggal, merasa bahwa dunia itu sementara dan saat meninggal memang kita berjuang sendiri dengan daya upaya kita sendiri. Saya sampai menulis wasiat dan surat untuk kedua anak saya saat mereka dewasa dan saat mereka menikah. Mudah2an saya masih sehat dan masih diberi kesempatan mendampingi anak anak saya sampai mereka dewasa, menikah dan punya anak. Masih diberi kesempatan tertawa sendiri membaca surat untuk anak2 saya. Dari dulu saya memang suka menulis untuk diri saya sendiri. Mau apa nanti kamu 5 tahun, 10 tahun dan saya senyum2 sendiri membaca tulisan itu. Sekarang saya berharap tulisan itu akan jadi refelksi diri saat pandemi ini berahir dan menjadi catatan penting dalam perjalanan hidup saya ini.
Yap, sisanya berharap semoga pandemi ini segera berahir dan kita hidup normal seperti biasa juga ada peningkatan amal dan kemampuan yang didapat selama pandemi ini sehingga bisa lebih dewasa menyikapi suatu hal dan peristiwa.
#covid19indonesia
#covidindonesia
#pandemicoronaindonesia
#coronaindonesia
#coronadirumahsaja
#refleksicorona
#refleksicovid
Minggu, 05 Juli 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar